FENOMENA HALLO MATAHARI
Merupakan fenomena optik yang menampilkan bentuk cincin di sekitar sumber matahari (seperti berbentuk mata/optik) dan disekitarnya ada warna-warni seperti pelangi, terjadi lagi di kota Pontianak ibukota propinsi Kalimantan Barat, tepatnya hari Jum’at tanggal 11 Juni 2010 antara jam 09:30 – 11:30 wib.
Fenomena halo (lingkaran cahaya) alam seperti ini, sebelumnya juga pernah/sering terjadi di berbagai daerah dibelahan bumi ini, seperti di Bandung dan Jakarta, terjadi pada tanggal 27 September 2007; di Sumatra Barat, tanggal 30 September 2009, setelah peristiwa gempa, fenomena optik ini berlangsung selama 2 minggu, dan diwaktu malam juga terjadi bulan purnama dengan cincinnya; di Tawau dan Pahang Malaysia juga pernah terjadi pada tahun 2008; di German pada tanggal 12 Desember 2004 terjadi fenomena “Halo” Bulan; bahkan fenomena halo Matahari ini sering juga terjadi di benua Eropa dan Amerika, 2 kali dalam seminggu.
Berikut adalah gambar-gambar yang berhasil diambil oleh teman-teman di kantor saat kejadian tersebut:
Bagaimana Hal ini Bisa Terjadi?
Halo, dalam bahasa dan tulisan Latin ἅλως, juga disebut sebagai nimbus atau gloriole. Merupakan fenomena optik yang menampilkan bentuk cincin di sekitar sumber cahaya. Di alam biasanya kita lihat saat bulan purnama atau saat matahari terang di siang hari.
Fenomena tersebut terjadi akibat refleksi dan refraksi cahaya matahari/bulan oleh kristal-kristal es yang terdapat di awan cirrus, awan yang terletak di tingkatan atmosfer yang disebut troposfer, sekitar 5-10 km dari permukaan bumi.
Halo adalah fenomena optikal berupa lingkaran cahaya di sekitar sumber cahaya Matahari atau Bulan. Fenomena Halo adalah lingkaran seperti pelangi yang mengelilingi matahari. Halo adalah fenomena yang lebih sering terjadi di langit.
Pada umumnya halo melibatkan putaran radius 22° halo dan sundogs (Parhelia). Dalam gambar diatas, menunjukan matahari di kelilingi oleh 22° halo dan dilambungi (sisi) oleh sundogs. Parhelic circle adalah biasan cahaya kristal yang melepasi sundogs dan mengelilinginya. Kadangkala ia melapisi keseluruhan ruang langit dalam latitut yang sama dengan matahari. Pembinaan tangen ketinggian dan rendah (Upper Tangent arc and Lower Tangent arc) menyentuh secara terus dengan 22° halo sama ada di atas atau dibawah matahari. Pembuatan Lengkungan (Circumzenithal arc) akan terjadi di atas kristal tersebut.
Radius 22° gerhana matahari tidak kelihatan. Ia seperti helaian yang berlapis-lapis atau habuk pada permukaan awan cirrus yang nipis. Awan ini sejuk dan mengandung kristal es walaupun pada iklim yang sangat panas.
Gerhana matahari sangat besar, selalu mempunyai diameter yang sama dalam posisinya di langit. Kadang-kadang hanya sebagian saja yang muncul. Semakin kecil cincin cahaya yang terbias muncul mengelilingi matahari atau bulan, dihasilkan oleh corona dari lebih banyak tetesan air daripada dibiaskan oleh kristal es, hal ini bukan berarti menunjukkan bahwa hujan akan turun.
Saat awan cirus hanya merefleksikan dan merefraksikan cahaya matahari, biasanya halo yang terbentuk hanya cincin yang tak berwarna. Namun jika pada sudut yang tepat, bisa terjadi juga dispersi sehingga cincin yang terjadi juga berwarna seperti halnya pelangi. Contoh refraksi yang sederhana adalah saat anda melihat sedotan dalam gelas berisi air terlihat patah, atau permukaan dasar kolam yang terlihat menjadi lebih dekat ke permukaan daripada yang sebenarnya.
Refleksi yang terjadi saat cahaya melewati titik air, es atau kristal yang transparan hanya terjadi pada sudut tertentu saja. Sudut ini ditentukan oleh index refraksi medium tersebut. Contoh sederhana saat kita melihat akuarium pada sudut tertentu kaca akuarium yang tembus pandang tiba-tiba menjadi cermin, memantulkan bayangan isi akuarium.
Pada gambar dibawah ini, juga terlihat adanya halo pada cahaya lampu di daerah yang bersalju:
Fenomena Halo, Fenomena Biasa
Prakirawan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Susi Susiana, menyebutkan bahwa fenomena halo merupakan fenomena biasa yang bisa terjadi di seluruh muka bumi.
Bulatan halo di langit terbentuk karena adanya reaksi optik ketika sinar matahari dibiaskan kristal-kristal air pada lapisan awan tipis cirrus.
“Fenomena alam itu lumrah dan bisa terjadi di mana saja, seperti pelangi mengelilingi matahari atau bulan. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan cuaca,” kata Susiana saat menghadiri Peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-60 tahun 2010 di Lembang Kabupaten Bandung.
Ia menyebutkan, fenomena halo mungkin jarang terjadi di daerah tropis, namun di belahan bumi Eropa fenomena itu sering terjadi.(sumber www. wahana pres.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar